http://www.blogger.com/html?blogID=5248118097799647105 dr. Padjadjaran

Yang Mengelola blog ini:

pengabdian kepada masyarakat fakultas kedokteran universitas padjadjaran

Get The Latest News

Sign up to receive latest news

1.3.10

cerita perjalanan HARI GIZI NASIONAL 2010 :D

28 Februari 2010
Jatinangor, Desa Hegarmanah, RW 04

Peringatan HARI GIZI NASIONAL 2010. sebuah event yang sudah kami rencanakan sejak 2 minggu lebih ke belakang (persiapan teknisnya sih cuma 1 minggu, jadinya agak-agak gitu deh acaranya hehe). sebuah acara yang mengundang fakultas-fakultas kedokteran di seluruh jawa barat dan jakarta sebagai partisipan aktif yang turut terintegrasi dalam setiap acaranya.

sebuah perjalanan singkat hari itu, tetapi sungguh penuh makna tersirat.

dimulai dari pagi itu, saat semua panitia dari PKM FK UNPAD memulai paginya dengan deg-degan yang super menanti apa yang akan terjadi hari ini. kemudian persiapan menyambut kedatangan para delegasi di FK UNPAD. sementara yang lain mempersiapkan kedatangan, saya dan kevin (sang ketua acara yang merangkap jadi supir dan seksi logistik) bergegas mengunjungi kantor polisi untuk meminta kepastian akan izin long march hari itu.

setelah berbicara ini itu, akhirnya kami mengantongi izin itu. bukan tanpa pengorbanan, karena saya harus meninggalkan nomor handphone saya disana. yasudahlah, yang penting long march jalaaaaan :D

satu persatu (beneran satu-satu kalo ini mah :p) delegasi itu bermunculan. kemudian sekwil ISMKI wilayah 2 juga sudah hadir di FK UNPAD. tetapi sayang, ternyata masa yang terkumpul baru sekitar 15 orang (itu pun kalo anak PKMnya di hitung). jadilah mulai timbul keraguan untuk mengadakan long march (jadi ga ya? jadi ga ya? aduh ga jelas banget kalo long march cuma segini!). akhirnya setelah keberangkatan molor satu jam, datang juga pasukan yang entah darimana menyelamatkan long march yang sudah susah-susah diusahakan (bolak-balik bandung-jatinangor hanya untuk sebuah tandatangan)

Long march akhirnya jadi dilaksanakan. dimulai dari FK UNPAD-jalan sayang-puri indah-RW 04. yaa kurang lebih sekitar 3 km laah (cape ga temen-temen? :D). dengan kurang ajarnya saya naik mobil dan lewat aja di depan mereka (hehe maaf yaa saya dan beberapa orang yang lain harus meng-handle yang di lokasi). kira-kira hanya setengah jam mereka long march. cepet juga ternyata. akhirnya, kami semua sampai di lokasi, RW 04 Desa Hegarmanah, Jatinangor.

warga sudah berkumpul saat itu. dibawah naungan terpal dan juga beralaskan terpal untuk mereka duduk, tetap tidak menyurutkan antusiasme mereka melihat kedatangan kami. acara pun segera dimulai dengan doa dan sambutan-sambutan (yang saya yakin ga ada yang dengerin :D). kemudian dilanjutkan dengan pembagian kelompok untuk penyuluhan. penyuluhan berjalan lancar dan cukup interaktif. dan saat penyuluhan itu juga diberikan garam beryodium dan juga hadiah kepada mereka yang bisa menjawab pertanyaan. yaa hadiahnya si ga seberapa, hanya untuk membangkitkan motivasi mereka ke depannya aja.

tibalah pada bagian acara yang paling ribet, yang paling ga terkondisi sampai saya juga bingung bagaimana harus menceritakannya sekarang. pokoknya di bagian ini, kami mengadakan antropometri dan pemeriksaan tensi darah untuk para warga (khusus antropometri hanya untuk para balita ^^). dan pembagian susu yang dijadwalkan setelahnya, akhirnya dibagikan saat itu juga. begitu juga dengan telur, tahu, dan tempe yang rencananya dibagikan setelahnya.

mungkin event ini masih sangat banyak kekurangan, masih sangat banyak evaluasi yang bisa dijadikan pembelajaran ke depannya. tetapi kami yakin, acara ini akan tertoreh di hati mereka, warga RW 04. setidaknya hari itu, kami menorehkan sebuah sejarah baru disana. sebagai para Mahasiswa pertama yang mengadakan acara seperti itu. yang mengabdikan dirinya hanya untuk masyarakat. yang rela menempuh jarak yang cukup jauh hanya untuk mengunjungi mereka, masyarakat kecil yang masih terbelakang.

mau bukti? mungkin hanya saya dan kevin yang mendengar bahwa pak RW juga menyatakan rasa bangga dan terima kasihnya kepada semua mahasiswa yang hadir, lewat pengeras suara yang ada di masjid. sebuah bentuk terima kasih yang berlebihan menurut saya jika dibandingkan dengan apa yang kita berikan kepada mereka saat itu. tetapi, semua bentuk terima kasih itu mengisyaratkan bahwa mereka memang butuh itu. bahwa mereka memang belum tersentuh dengan hal semacam itu.

Mahasiswa, bukalah mata kalian! lihat sekeliling. masih banyak yang butuh uluran tangan dan cobalah membantu sebisa kalian. mahasiswa, sejatinya kita adalah bagian dari mereka yang mungkin mereka harapkan untuk dapat membantu mereka. mahasiswa, bukan saatnya lagi hanya berpangku tangan dan berada dalam zona konsep yang tak kunjung usai. saatnya bergerak nyata untuk mereka yang butuh kita!

setidaknya inisiasi sudah kita lakukan. sedikit pencerahan sudah kita berikan untuk mereka. sedikit fungsi dari mahasiswa sebagai pengabdi masyarakat sudah kita jalankan. kita sudah melakukan yang terbaik, walaupun belum menjadi yang terbaik. tinggal tunggu langkah selanjutnya. menyebarkan kebermanfaatan seluas-luasnya.

tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan semua yang terjadi hari itu. silahkan lihat dan rasakan sendiri apa yang terjadi dan apa yang kami dapat saat itu :D


*gaya tulisannya beda sama yang dulu ya? hehe

30.10.09

Pengabdian, ”persembahan dari hati yang tak mati....”

” Universitas kita
Padjadjaran tempat bernaung
INSAN ABDI MASYARAKAT
Pembina nusa bangsa
......................................... ”
( Hymne Universitas Padjadjaran )

Sebuah potongan bait hymne Unpad (yg secara tak sadar kadang kita lupa merupakan bagian darinya) diatas secara gamblang maupun tersirat menyatakan bahwa kita (yg kini berstatus sbagai seorang mahasiswa Unpad) merupakan INSAN ABDI MASYARAKAT.

Dunia kedokteran, terutama sebagai dokter yang nanti akan kita geluti pun sangat erat kaitan nya dengan pengabdian, sesuai hakikatnya sebagai insan abdi masyarakat. Dokter bukanlah merupakan tugas profesi, melainkan sebuah tugas suci karena jiwa mengabdi yg tampak di dalamnya, memberikan manfaat yg sebesar-besarnya kepada masyarakat begitu mendominasi, dan justru itulah yang menjadi feel nya.

Pengabdian, satu kata yg mewakili apa yg telah sy sampaikan diatas perlu kita pahami dan kita laksanakan, apalagi keterkaitan kita sebagai seorang mahasiswa fakultas kedokteran. Lalu pengabdian seperti apa???

Mengabdi kepada masyarakat, kelak memang akan ada masa nya ketika kita menjadi seorang dokter, tapi apakah kita harus menunggu sampai masa itu tiba?? Dan apa yg bisa kita lakukan kini sebagai seorang mahasiswa??

Walaupun memang akan ada masa nya kelak kita akan mengabdi kepada masyarakat, tapi sebenarnya jiwa itu bisa kita latih dari sekarang, secara SADAR dan SENGAJA. Balai Pengobatan, bakti sosial, dan kegiatan2 lain yg berhubungan dengan masyarakat memang merupakan sebuah bentuk pengabdian, tetapi luang lingkup pengabdian tidak terbatas pada masyarakat saja, luang lingkup dan proses serta cara nya sangat luas sekali. Sebagai seorang hamba Allah, tentunya pengabdian yg pertama dan utama ialah terhadap Allah swt dengan jalan ibadah kepada –Nya. Sebagai seorang individu, pengabdian bisa kita lakukan untuk diri sendiri, dengan menghargai diri sendiri, mengerjakan tugas pokok, dan terus meningkatkan kualitas diri. Sebagai seorang anak, pengabdian bisa dilakukan dengan menjga perasaan kedua orang tua kita, menjaga amanah keduanya, dan membuat bangga mereka. Sebagai makhluk sosial, dalam lingkup yg paling kecil, pengabdian bisa dilakukan dengan membantu teman yg mengalami kesulitan (apakah itu karena pelajaran, pergaulan dsb.), mulai dari orang2 yg berada di lingkungan terdekat di FK (teman2, karyawan, dosen), masyarakat Unpad, masyarakat Jatinangor, dan lebih luasnya lagi masyarakat Indonesia bahkan dunia. Sebagai bagian dari tatanan kehidupan, menghargai waktu (dengan datang tepat waktu) itu pun merupakan bagian dari pengabdian, karena waktu adalah lingkaran dimana kehidupan kita berjalan, kita atur waktu untuk mengatur kehidupan. Pengabdian bisa dilakukan dari hal yg terkecil, bisa kita lakukan dimana saja, dan bisa dimulai saat ini, sekarang!! Kualitas pengabdian kita merupakan bekal untuk dihisab kelak ketika maut menjemput kita.

Pengabdian adalah REALITA, bukan DOGMATIS, maka perlu diamalkan tidak cukup dengan dipahami saja. Lalu apa yg akan kita dapatkan dengan melakukan pengabdian tersebut?? Selain pahala (insya Allah..), semakin banyak kita memberikan sesuatu kepada orang lain, semakin banyak pula kita akan mendapatkan sesuatu (paradox of sharing). Pengabdian bukanlah PENGORBANAN, melainkan KEHORMATAN.
Dan bagi saya, PENGABDIAN ADALAH PERSEMBAHAN DARI HATI YANG TAK MATI....

Karena Mereka Peduli

Mereka tidak berbeda dari ibu kebanyakan
Memasak untuk suami mereka
Mengasuh anak-anak mereka
Mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga
Semua itu juga mereka lakukan
Namun, ada satu hal yang membedakan mereka
Mereka peduli...

Ada yang sudah bisa menebak siapa “mereka” yang dimaksud?
Ya, "mereka" yang dimaksud adalah para ibu kader Posyandu. Salah satu kenyataan yang cukup miris di negeri ini adalah bahwa sedikit sekali tenaga dokter yang bersedia ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Jangankan jauh di pedalaman Papua sana, di sini pun, di Jatinangor, sebuah kawasan yang notabene bersebelahan dengan kota sebesar Bandung, hal itu terjadi di sini. Tak hanya satu desa, mungkin ada berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus desa yang tidak memiliki satu pun tenaga dokter.

Lalu, jika begitu, siapa yang akan menjamin kesehatan warga di suatu desa? Untunglah, setidaknya ada satu bidan di setiap desa. Jangan tanya apa itu cukup. Karena jelas tidak. Wilayah desa yang cukup luas tentunya tidak mungkin ia kelola sendirian. Di sinilah peran para kader Posyandu. Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan ibu dan anak, imunisasi, pendataan gizi balita, sampai pemberian suplemen. Bahkan, tak jarang mereka harus mendatangi rumah warga satu per satu untuk melakukan pendataan, karena memang tidak semua warga bisa pergi ke Posyandu.

Pekerjaan itu barangkali akan terasa lebih mudah jika mereka mendapat upah atas jerih payah mereka. Namun, sayangnya, itu sama sekali tidak mereka dapatkan. Mereka melakukan itu semua atas kemauan sendiri, dengan sukarela. Telah dikatakan di awal, bahwa mereka tidak berbeda. Memang, mereka tetap seorang istri bagi suaminya yang tidak lupa mengerjakan tugas rumah tangganya. Mereka pun tetap seorang ibu yang juga mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya. Dan mereka pun sama-sama bukan berasal dari keluarga yang berada.

Namun, mereka bersedia meluangkan waktu mereka di antara semua kesibukannya itu untuk terlibat aktif dalam kegiatan Posyandu. Untuk memonitor kesehatan ibu dan anak di desanya, dan memberikan pelayanan kesehatan semampu mereka. Mengapa mereka bersedia melakukan semuanya padahal mereka tidak dibayar sama sekali? Karena mereka peduli. Mereka peduli terhadap kesehatan tetangganya sesama warga desa. Mereka sadar bahwa masalah kesehatan ibu dan anak terlalu vital untuk diabaikan begitu saja. Mereka prihatin terhadap minimnya perhatian pemerintah terhadap desanya. Dan setidaknya mereka tahu, sekalipun jasa mereka tak dibalas kali ini, mereka akan mendapatkan balasan yang tak terkira besarnya, kelak di akhirat

Sekarang, coba bayangkan bagaimana seandainya kita berada dalam posisi mereka? Apa kita sanggup suatu saat nanti, setelah menjadi dokter, ditempatkan di daerah terpencil, melakukan hal yang sama tanpa memperoleh bayaran atau hanya mendapatkan seadanya? Akan mengabdi dimana pada saatnya nanti merupakan pilihan kita masing-masing. Hanya sebagai bahan pertimbangan, sebelum memutuskan, banyak-banyaklah melihat sekeliling dan coba renungkan kembali makna dari pengabdian yang diemban oleh seorang dokter kelak.

Pelatihan P3K untuk anak kedokteran??

kecelakaan, suatu kejadian tiba2 yg sulit untuk kita hindari, dan menimbulkan kerugian, baik secara fisik, materi maupun mental..

sebagai seorang anak SMA, wajar ketika melihat kecelakaan yg mengakibatkan kerugian secara medis (luka, patah tulang dsb..) kita hanya bisa melihat, merasa iba, dan hanya mendoakan, tapi apa yg akan kita lakukan ketika status kita sebagai seorang mahasiswa kedokteran?? akankah melakukan hal yg sama seperti itu, atau melakukan intervensi karena memiliki tanggung jawab akan status mahasiswa kedokteran yg melekat pada nya?? (bagaimana ketika kita belum memiliki ilmu untuk menolong hal itu??)

dan berdasarkan survey kasar, sebagian besar (hampir semua) mahasiswa kedokteran pun banyak yg belum mengetahui ilmu pertolongan pertama pada kecelakaan(P3K) ini.., ironis memang, lalu bagaimana dengan mahasiswa yg non medis klo kondisi nya seperti itu??

untuk menjawab keterbutuhan itu, maka tanggal 28 Februari 2009 menjadi waktu penyelenggaraan pelatihan itu.., untuk seluruh mahasiswa kedokteran, semua angkatan.., mulai dari basic life support, penanganan luka dan shock, patah tulang dan pembidaian, serta evakuasi dan transportasi...

biarlah foto2 ini yg menggambarkan deskripsi kegiatan yg kami lakukan saat itu..




* fase persiapan pelatihan, pemusatan latihan di departemen anasthesi rumah sakit hasan sadikin.. ^^













* it's time to show.. :D

semoga ilmu yg didapat bisa dimanfaatkan dan diberdayakan seoptimal mungkin, hingga pengabdian menemukan makna seutuhnya disana...

Dokter: Pengabdian atau Uang?

Pemandangan yang biasa di sebuah rumat sakit swasta terbesar. Puluhan orang berpakaian rapi sudah menunggu di depan ruang praktik dokter X, menunggu saatnya diizinkan bertemu dan berkonsultasi dengan dokter tersebut. Mereka bukanlah pasien yang menunggu antrian periksa dokter tersebut, tetapi mereka adalah calo-calo obat (biasa disebut dengan medical representative) dari berbagai perusahaan di negeri ini. Ya, seperti itulah gambaran salah satu cara delivery obat-obatan kepada konsumen melalui dokter. Mengapa dokter menjadi primadona produsen obat? Karena ditangan dokter lah resep terhadap pasien ditentukan. Dokter menjadi aktor utama yang mengetok palu terakhir perihal obat-obat apa saja yang akan di konsumsi oleh pasien. Otomatis, ada celah komersialisasi dalam proses komunikasi ini. Dan yang paling berkepentingan terhadap fenomena ini adalah para produsen obat. Bisa saja, banyaknya keuntungan penjualan obat tersebut diraup di atas penderitaan orang lain, karena dalam penyimpangan etika seperti ini yang paling dirugikan adalah pasien sebagai konsumen pelayanan jasa kesehatan.

Atmosfer pelayanan kesehatan yang demikian parah memunculkan satu konsekuensi terhadap perubahan perilaku dokter atau pelayan kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ada dokter yang hanya memanfaatkan segi komersiilnya saja atau ada juga dokter yang mengutamakan rasa humanismenya dalam mengabdikan kompetensinya kepada masyarakat luas. Yang jelas,orientasi dan paradigma berpikir seorang dokter dipengaruhi oleh beberapa factor. Salah satunya adalah aspek historis berupa biaya pendidikan yang mahal. Sebuah fakta empiris dalam survey yang dilakukan di Jakarta beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa student unit cost pendidikan strata dokter adalah sebesar Rp. 15,5 juta per mahasiswa untuk satu semester saja. Sementara itu, kalau kita tilik lebih jauh lagi. Praktik-praktik liberalisasi pendidikan kedokteran kian mengakar kuat di berbagai instansi pendidikan di negeri ini. Lihat saja Fakultas Kedokteran Atmajaya, salah satu universitas swasta di Jakarta ini, mematok harga tiket masuk kuliah tidak kurang dari 75 juta rupiah. Begitu juga dengan beberapa universitas lainnya, seperti Trisakti yang mencantumkan biaya sumbangan masuk pendidikannya sebesar 75 – 100 juta rupiah. Jumlah yang besar itu baru memnuhi persyaratan sumbangan awal masuknya. Peserta didik masih dibebani biaya yang tidak sedikit untuk operasional pendidikannya, mulai dari SPP, BOP dan biaya praktikum. Dan nilai beberapa item tersebut tentu saja berbilang jutaan rupiah. Sementara itu, di beberapa instansi pendidikan pemerintah atau yang statusnya negeri rata-rata menetapkan biaya kuliah yang relatif lebih rendah dari universitas swasta. Oleh karena itu, banyak fakultas kedokteran negeri yang masih mampu mengakomodasi mahasiswa-mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah kebawah dengan melalui program-program beasiswa yang di berikan.

Peta gambaran distribusi biaya pendidikan yang relatif tinggi ini tentu saja dapat menimbulkan sebuah kesan yang negatif mengenai track record seorang dokter di mata masyarakat. Walaupun tidak dapat dipungkiri mengenai rasionalisasi tentang begitu tingginya biaya yang dikeluarkan dalam proses pendidikan seorang dokter, diantaranya karena memang properti-properti yang dibutuhkan relatif mahal untuk didapat. Ilmu kedokteran berbeda dengan ilmu non eksakta yang tidak memerlukan bahan-bahan untuk praktik. Pendidikan kedokteran bahkan memerlukan tambahan fasilitas, seperti rumah sakit. Tetapi, perlu kita analisis juga mengenai terjadinya pergeseran orientasi pelaksanaan tugas seorang dokter. Dahulu, dokter dikenal dengan keramahtamahannya dan dikena sebagai seorang yang ringan tangan dalam memberikan pertolongan kepada siapapun. Sekarang, terjadi semacam degradasi nilai dari keberadaan seorang dokter. Banyak masyarakat yang mulai mencibir para dokter karena opini yang terbentuk adalah bahwa sebagian besar dokter saat ini cenderung lebih mengutamakan nilai komersialisasi dan uang dibanding dengan rasa tulus untuk menolong sesama.

Fenomena ini layak ditanggapi secara serius karena jangan sampai filosofi mulia pengabdian seorang dokter tersisihkan oleh beberapa distorsi perilaku yang lebih menjunjung tinggi rupiah dibandingkan dengan berkah atau rasa kemanusiaan. Ingatkah ketika Hipokrates mengucapkan sumpahnya dengan begitu tulus? Sebuah nilai yang patut untuk dipelihara dalam setiap aktivitas kemanusiaan, terutama pelayanan kesehatan kepada orang lain. Semoga dokter tetap menjadi seorang figur pengayom dan kader kesehatan yang humanis dalam masyarakat

Mengabdi kepada alam..

wali pohon, sebuah kegiatan yg kami lakukan di gunung kareumbi tanggal 07 Maret 2009 bekerjasama dengan pihak fakultas dan wanadri ini benar2 bersatu dengan alam.., pasalnya kegiatan kita disini utama nya ialah menanam pohon, dan menjadi wali nya selama 5 tahun dengan cara dirawat oleh penduduk sekitar, diluar itu acara lain nya ialah meng-explore dan mentadaburi alam ciptaan Nya ini..

program pengabdian tidak terbatas pada manusia saja.., karena alam merupakan supporting system penyusun kehidupan manusia.., yg tanpa nya manusia tak dapat melangsungkan kehidupan, jadi tak berlebihan dan bukan menjadi hal yg aneh kegiatan seperti ini dilakukan oleh seksi pengabdian kepada masyarakat..

terlebih sebelumnya, tanggal 14 Februari 2009, kami pun berpartisipasi aktif di kegiatan GO GREEN UNPAD, menanam sekitar 5000 pohon disekitaran kampus UNPAD Jatinangor...

bukti nyata pengabdian pada alam...
memberi pengabdian secara menyuluruh dan terintegrasi tidak hanya pada satu aspek.., tapi terhadap tatanan kehidupan secara keseluruhan...

berikut rekaman gambar yg mengabadikan masa-masa itu..
















* kebersamaan yg indah dengan alam...

semoga keharmonisan dan timbal balik yg indah ini akan terjalin seutuhnya...

Kisah Pengabdian Seorang Bidan

Eros Rosita namanya. Jika pada akhirnya ia meraih Danamon Award 2008 kategori individu untuk ketekunannya memberikan pelayanan sosial kepada ibu-ibu dan bayi di tanah Baduy, itu sekadar bukti bahwa kepeduliannya kepada sesama memang nyata.

Profesi resmi Eros atau Rosita memang bidan. Karena itu, bisa jadi kita menganggapnya biasa saja bahwa ia lalu memberikan pengabdian terhadap warga Baduy dalam hal kesehatan. Masih terasa biasa pula barangkali saat bidan Rosita mengajak warga Baduy di Desa Kanekes untuk sadar kesehatan, mengurangi angka kematian bayi secara drastis saat mereka melahirkan, dan membina warga Baduy sebagai kader kesehatan.

Namun, cobalah kita perhatikan hal-hal berikut ini. Desa Kanekes yang terdiri atas dua bagian besar, Baduy Luar dan Baduy Dalam, merupakan masyarakat ulayat yang masih keukeuh mempertahankan keaslian adat-istiadat. Sebuah tradisi yang sulit ditembus. Jadi, tak mudah menawarkan “program kesehatan modern” kepada mereka. Mereka tak akan minta pertolongan tenaga kesehatan kecuali untuk kasus gawat darurat. Paraji (dukun beranak) masih berperan penting dalam menolong persalinan.

Karena itu, paraji pun lalu dibina untuk asuhan persalinan normal sederhana. Memang, jangankan untuk hal-hal yang teknis seperti itu. Semula bahkan warga Baduy dalam menolak untuk sekadar diimunisasi, apalagi jika mereka diharapkan sadar sendiri meminta obat atau susu, ya pasti tak mau.

Itu baru tantangan tradisi. Tantangan fisik pun tak kalah seru. Pasalnya, sebagian besar Desa Kanekes yang luasnya 5.100 hektare itu masih berupa hutan. Sementara adat masyarakat setempat mengharamkan penggunaan kendaraan bermotor maupun hewan berkaki empat.

Mau tak mau perjalanan untuk melakukan pelayanan kesehatan dilakukan dengan berjalan kaki sambil mengangkut peralatan medis, obat, dan makanan tambahan bagi anak balita.
Rupanya, tantangan tradisi dan fisik itu mesti dihadapi dengan kekuatan “tradisi” alias pembiasaan diri dan fisik pula yang disokong dengan tekad yang kuat.

Awalnya, untuk memasuki desa yang mengharuskan penduduknya berpakaian hitam-hitam ini, Ros memang diajak ayahnya yang kebetulan juru suntik khusus masyarakat Baduy, baik Baduy luar maupun Baduy dalam.

Itulah kali pertama dia menitikkan air mata ketika menyadari bahwa gelar bidannya diperoleh dari kekuatan kaki ayahnya menapaki bukit-bukit terjal itu.
Ketika itu, reaksi masyarakat Baduy yang sangat tertutup sempat membuat dirinya tidak percaya bahwa dia akan diterima dengan baik seperti mereka menerima ayahnya. “Setiap kali saya datang, ibu-ibunya langsung ngumpet. Ngeliat saya kayak ngeliat setan,” ucapnya sembari tertawa.

Untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan itu, Ros harus selalu dapat membuktikan bahwa obat ataupun makanan yang diberikan kepada mereka memang berkhasiat bagi kesehatan mereka.

Tapi pernah satu kali salah seorang pasiennya meninggal seusai diikutsertakan dalam penelitian bersama dokter-dokter dari Rumah Sakit Harapan Kita.

Keluarga pasien tersebut mengira pemeriksaan yang menggunakan elektrokardiogram itu adalah penyetruman yang mengakibatkan kematian. “Waktu itu keluarganya minta tebusan enam juta, saya panik. Tapi Dr. Idris Idham (Ketua Tim Penelitian) membantu saya..

Pengalaman inilah yang kemudian membuat dirinya terus berdoa agar anak-anaknya kelak juga dapat menyembuhkan masyarakat Baduy dengan pemeriksaan yang lebih teliti.

Demikianlah sekelumit kisah penuh semangat dari bidan Eros Rosita yang dikutip dari berbagai sumber.


Suzu

Ya.., inilah kami... :D

Seksi Pengabdian Kepada Masyarakat
Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran




merupakan seksi yang bertugas untuk melaksanakan fungsi ketiga dari tridharma perguruan tinggi yaitu fungsi pengabdian…

Visi:

“…membentuk mahasiswa FK Unpad terdepan dalam memberikan kebermanfaatan berdasarkan esensi pengabdian…”

Tujuan :

1. Menginisiasi dan meningkatkan sense of crisis, kepedulian, solidaritas, dan empati mahasiswa terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya

2. Memfasilitasi kegiatan sosial kemasyarakatan mahasiswa FKUP

3. Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sesuai dengan kapasitas kami sebagai mahasiswa FKUP

4. Membangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak terkait

5. Meningkatkan environtmental skill mahasiswa.





* inilah kami, kamilah ini.. :D

Pengabdian,
" Persembahan Dari Hati Yang Tak Mati"

BERGERAK-MENJAWAB KETERBUTUHAN

Proker 10 menit pasca pelantikan...

penyerangan Amerika ke Palestina yang sempat digencarkan dulu, membuat hati2 kita tergerak dan berintegrasi sebagai UNPAD SATU untuk ikut berkontribusi memberikan bantuan untuk saudara2 kita di Palestina, hanya DOA dan bantuan DANA seterbatas mungkin yg bisa kami berikan kesana.., tapi ini menjadi bukti, bahwa hati kami belum mati !!

tanggal 18 Januari 2009 menjadi saksi pergerakan awal kami, hanya 10 menit pasca pelantikan kepengurusan Senat Mahasiswa periode kepengurusan baru.., menjadi seksi yg paling cepat bergerak mungkin.., semoga bukan menjadi sebuah kesombongan, tapi semoga semakin memacu kami dan teman2 dari seksi lain untuk terus beraktifitas..., dari hati yang tak mati...

berangkat dari dasar kami sebagai seorang mahasiswa kedokteran, galang dana berbasis kedokteran pun kami lakukan saat itu.., pemeriksaan tekanan darah keliling di pasar UNPAD kami lakukan, anak 2007 semua yg diturunkan, karena 2008 sedang mengabdikan diri mereka untuk menghadapi ujian esok hari nya...

berikut sedikit yg medokumentasikan apa yg kami kerjakan saat itu:






* untukmu saudaraku di Palestina...

semoga bisa terus memberikan persembahan dari hati yang tak mati nya...

29.10.09

Anak Kost , Riwayat mu Kini....

Anak kost. Apa yg terbesit di pikiran kita ketika mendengar kata itu? Anak rantau?? menderita?? penuh keterbatasan – dalam hal financial terutama?? berprestasi?? cinta damai??
Benarkah anggapan orang-orang yg menganggap anak kost (terutama anak rantau) hidupnya serba terbatas?? katanya anak kost itu banyak ga sehat, anak kost itu ga bisa hemat (ga pintar ngatur duit) hingga sering anak kost itu awal bulan makan enak dan akhir bulan ga makan, pokoknya gak ada cara sehat buat mahasiswa yg ngekost, menderita emang harusnya begitu, gak mahasiswa namanya kalo gak menderita.. (iya gitu..??) dan banyak juga anggapan lain tentang anak kost. (kok anggapan nya jelek-jelak ya??)

Memang semua hal ini tak dapat dihindari dari seorang mahasiswa. Kondisi badan fit, semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan lancar dan mendapat hasil yang memuaskan. Tapi, apakah bisa anak kost slalu sehat walau ada dalam keterbatasan???
Pertanyaan bagus !! Daripada kita tertekan dengan hal-hal diatas, kita bisa melakukan beberapa hal berikut agar kondisi kesehatan kita tetap terjaga (walaupun menjadi seorang anak kost..)

1. Mengatur pola makan yang sehat

• Atur pola makan yang sehat dengan makan makanan yg bergizi, makan banyak sayuran dan buah-buahan (percaya gak tiga butir buah perhari menjauhkan kita dari dokter mata?), konsumsi rempah-rempah, dan mengunyah makanan dengan sempurna.
• Hindari makanan siap saji, hindari makanan yg kandungan gula nya tinggi (karena bisa melemahkan sistem imun –pertahanan tubuh-), lemak dan minyak (karena menyebabkan penyumbatan pembuluh darah), susu sapi (karena manusia tidak mampu sepenuhnya mencerna susu sapi), dsb.
• Bagi anak kos-kosan mungkin tiap hari mie instan dah masuk daftar menu makanan. Sebenarnya, mengkonsumsi mie instan setiap hari itu tidak baik.

2. Olahraga secara teratur

• Bila tidak punya uang untuk jenis olah raga yang memakan biaya atau untuk lebih hemat, bisa ketika kita bangun tidur, kita melakukan gerakan-gerakan kecil pada setiap persendian badan secara rutin, lari pagi minimal sekali dalam seminggu. Dan kalau tidak sempat melakukan kedua hal diatas untuk lebih menghemat, jika kost-nya masih bisa dijangkau dengan “jalan kaki” hindari naik ojek. (dan sekadar informasi, jalan kaki adalah salah satu olahraga terbaik yang dilakukan untuk menjaga bioritme tubuh...)

3. Istirahat

• Jauhi stress, jangan lupa untuk tetap istirahat karena itu sangat diperlukan oleh tubuh kita, jadi istirahatlah dengan baik

4. Jauhi alkohol

• Karena merokok dapat menyebabkan kanker, impotensi, gangguan kehamilan dan janin – kayak yg di iklan-iklan..^^).

5. Rajin mandi.. :)

• Menurut penelitian terbaru, mandi ternyata tidak hanya baik untuk membersihkan tubuh dari kotoran dan menjauhkan stress, tapi mandi juga memiliki peranan penting meningkatkan sistem kekebalan, membantu kulit terhindar dari penyakit seperti eksema dan bahkan menyembuhkan masalah medis serius. (untuk hal ini.., mungkin nanti akan sya paparkan tersendiri di artikel lain..^^)

6. Hindari berpakaian ketat saat tidur..

• Pakaian yang menekan perut atau dada, bisa menekan saraf sehingga akan memengaruhi fungsi organ yang bersangkutan..
Dengan mencoba hal diatas mudah-mudahan setiap kita (terutama anak kost) tidak ada lagi yang kurang sehat,lesu, maupun kurang gizi, tapi anak kost juga akan menjadi sehat dan tetap semangat! Selamat mencoba dan semoga sukses!!.

*karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat...:)

danfer

Pengikut