http://www.blogger.com/html?blogID=5248118097799647105 dr. Padjadjaran: Kisah Pengabdian Seorang Bidan

Yang Mengelola blog ini:

pengabdian kepada masyarakat fakultas kedokteran universitas padjadjaran

Get The Latest News

Sign up to receive latest news

30.10.09

Kisah Pengabdian Seorang Bidan

Eros Rosita namanya. Jika pada akhirnya ia meraih Danamon Award 2008 kategori individu untuk ketekunannya memberikan pelayanan sosial kepada ibu-ibu dan bayi di tanah Baduy, itu sekadar bukti bahwa kepeduliannya kepada sesama memang nyata.

Profesi resmi Eros atau Rosita memang bidan. Karena itu, bisa jadi kita menganggapnya biasa saja bahwa ia lalu memberikan pengabdian terhadap warga Baduy dalam hal kesehatan. Masih terasa biasa pula barangkali saat bidan Rosita mengajak warga Baduy di Desa Kanekes untuk sadar kesehatan, mengurangi angka kematian bayi secara drastis saat mereka melahirkan, dan membina warga Baduy sebagai kader kesehatan.

Namun, cobalah kita perhatikan hal-hal berikut ini. Desa Kanekes yang terdiri atas dua bagian besar, Baduy Luar dan Baduy Dalam, merupakan masyarakat ulayat yang masih keukeuh mempertahankan keaslian adat-istiadat. Sebuah tradisi yang sulit ditembus. Jadi, tak mudah menawarkan “program kesehatan modern” kepada mereka. Mereka tak akan minta pertolongan tenaga kesehatan kecuali untuk kasus gawat darurat. Paraji (dukun beranak) masih berperan penting dalam menolong persalinan.

Karena itu, paraji pun lalu dibina untuk asuhan persalinan normal sederhana. Memang, jangankan untuk hal-hal yang teknis seperti itu. Semula bahkan warga Baduy dalam menolak untuk sekadar diimunisasi, apalagi jika mereka diharapkan sadar sendiri meminta obat atau susu, ya pasti tak mau.

Itu baru tantangan tradisi. Tantangan fisik pun tak kalah seru. Pasalnya, sebagian besar Desa Kanekes yang luasnya 5.100 hektare itu masih berupa hutan. Sementara adat masyarakat setempat mengharamkan penggunaan kendaraan bermotor maupun hewan berkaki empat.

Mau tak mau perjalanan untuk melakukan pelayanan kesehatan dilakukan dengan berjalan kaki sambil mengangkut peralatan medis, obat, dan makanan tambahan bagi anak balita.
Rupanya, tantangan tradisi dan fisik itu mesti dihadapi dengan kekuatan “tradisi” alias pembiasaan diri dan fisik pula yang disokong dengan tekad yang kuat.

Awalnya, untuk memasuki desa yang mengharuskan penduduknya berpakaian hitam-hitam ini, Ros memang diajak ayahnya yang kebetulan juru suntik khusus masyarakat Baduy, baik Baduy luar maupun Baduy dalam.

Itulah kali pertama dia menitikkan air mata ketika menyadari bahwa gelar bidannya diperoleh dari kekuatan kaki ayahnya menapaki bukit-bukit terjal itu.
Ketika itu, reaksi masyarakat Baduy yang sangat tertutup sempat membuat dirinya tidak percaya bahwa dia akan diterima dengan baik seperti mereka menerima ayahnya. “Setiap kali saya datang, ibu-ibunya langsung ngumpet. Ngeliat saya kayak ngeliat setan,” ucapnya sembari tertawa.

Untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan itu, Ros harus selalu dapat membuktikan bahwa obat ataupun makanan yang diberikan kepada mereka memang berkhasiat bagi kesehatan mereka.

Tapi pernah satu kali salah seorang pasiennya meninggal seusai diikutsertakan dalam penelitian bersama dokter-dokter dari Rumah Sakit Harapan Kita.

Keluarga pasien tersebut mengira pemeriksaan yang menggunakan elektrokardiogram itu adalah penyetruman yang mengakibatkan kematian. “Waktu itu keluarganya minta tebusan enam juta, saya panik. Tapi Dr. Idris Idham (Ketua Tim Penelitian) membantu saya..

Pengalaman inilah yang kemudian membuat dirinya terus berdoa agar anak-anaknya kelak juga dapat menyembuhkan masyarakat Baduy dengan pemeriksaan yang lebih teliti.

Demikianlah sekelumit kisah penuh semangat dari bidan Eros Rosita yang dikutip dari berbagai sumber.


Suzu

0 Comments:

Post a Comment



Pengikut